Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah
mencanangkan visinya menjadikan sektor maritim sebagai sektor andalan
pembangunan. Bahkan, Presiden bercita-cita menjadikan Indonesia sebagai poros
maritim dunia. Melalui visi negara maritim itu, diharapkan akan mengantar Indonesia
naik kelas menjadi negara maju.
Tekad presiden menempatkan sektor
maritim sebagai tulang punggung diwujudkan dengan membentuk Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman. Di dalamnya bernaung empat kementerian, yakni
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi
dan Sumber Mineral, serta Kementerian Pariwisata. Empat kementerian teknis itu
diberi tugas untuk mengoptimalkan potensi ekonomi yang terkait dengan sektor
maritim.
Hal tersebut
berangkat dari kondisi geografis Indonesia yang sebagian besar berupa laut.
Wilayah perairan nasional mencapai luas 3,2 juta kilometer persegi, dengan
garis pantai sepanjang 99.093 kilometer.
Dengan kondisi tersebut,
potensi ekonomi dari sektor maritim sangat besar. Di dasar laut, tersimpan
kekayaan sumber daya alam pertambangan minyak, gas, dan mineral. Di lautan,
kita memiliki kekayaan perikanan dan biota laut yang begitu melimpah.
Diperkirakan, potensi sektor perikanan kita mencapai Rp 3.000 triliun per
tahun.
Sedangkan, di permukaan laut,
Indonesia dapat memetik manfaat ekonomi melalui jalur pelayaran, mengingat
posisi geografis kita yang diapit dua benua dan dua samudera. Itulah mengapa,
Presiden Jokowi menggagas konsep tol laut, yang diarahkan untuk memperkuat
konektivitas antarwilayah. Hal ini sangat penting bagi Indonesia yang merupakan
negara kepulauan.
Di samping itu, konsep tol laut juga
diarahkan agar pelabuhan-pelabuhan di Indonesia menjadi persinggahan arus
logistik antarnegara. Konsekuensinya, pemerintah mendorong pengembangan
pelabuhan-pelabuhan yang ada lengkap dengan infrastruktur pendukung seperti
terminal peti kemas, sehingga dapat disandari kapal-kapal berbobot besar.
Dengan segala
potensi di sektor maritim tersebut, diharapkan menjadi mata kail yang akan
mengangkat perekonomian nasional. Ada dua sasaran yang hendak diraih
pemerintah.Pertama,
merealisasikan target pertumbuhan 7 persen pada 2019. Kedua,
target pendapatan per kapita menembus US$ 10.000--dari sekarang US$ 3.500--saat
Indonesia berusia seabad pada 2045.
Sasaran tersebut tidaklah berlebihan.
Bahkan, kita ingin agar pendapatan per kapita menembus US$ 10.000 tidak perlu
menunggu 30 tahun lagi. Pemerintah diharapkan mampu mengakselerasi pergerakan
mesin-mesin ekonomi, agar kita mampu mengejar ketertinggalan dari negara
tetangga, Malaysia, yang kini menembus US$ 12.000.
Dengan menjadikan sektor maritim
sebagai ujung tombak, kita optimistis sasaran-sasaran tersebut dapat tercapai.
Sejumlah langkah konkret telah dilakukan pemerintah. Salah satu yang tampak
menonjol adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang serius mengakhiri
pencurian ikan di perairan nasional oleh kapal nelayan asing.
Angka pencurian ikan di Indonesia
ternyata cukup tinggi. KKP mencatat dalam setahun rata-rata ada 100 kapal ikan
asing yang ditangkap, baik karena mencuri ikan maupun izinnya tidak lengkap.
Bahkan, hingga Oktober tahun lalu, sudah ada 115 kapal yang ditangkap. Dampak
pencurian ikan jelas merugikan perekonomian nasional. Organisasi Pangan
Internasional (FAO) mencatat, nilai kerugian yang dialami Indonesia bisa
mencapai Rp 300 triliun. Jumlah sebesar itu mencakup kerugian langsung berupa
kehilangan ikan, hilangnya potensi penerimaan pajak, serta hilangnya potensi
nilai tambah jika ikan-ikan yang ditangkap tersebut diolah.
Data tersebut membuktikan betapa
pencurian ikan di perairan nasional sudah mencapai taraf yang sangat
mengkhawatirkan dan sudah saatnya diakhiri. Laut di Indonesia, menjadi habitat
paling ideal bagi satwa dan biota laut untuk hidup dan berkembang biak seperti
ikan, terumbu karang, lobster, rumput laut, dan lainnya.
Ironisnya, dengan perairan yang
mahaluas dan potensi ekonomi kelautan yang demikian besar, Indoensia hanya
memiliki 27 kapal pengawas perikanan dan 490 unit kapal patroli penjaga pantai
dan laut. Artinya, satu kapal patroli penjaga pantai dan laut menjaga wilayah
perairan dan pantai seluas 6.673 kilometer persegi.
Kondisi tersebut jelas membuat upaya
pengamanan wilayah perairan nasional dari praktik penangkapan ikan secara
ilegal menjadi tidak efektif. Tak hanya dari sisi jumlah yang minim, teknologi
kapal patroli jauh tertinggal dibandingkan kapal-kapal asing pencuri ikan.
Akibatnya, penegakan hukum di laut nasional selalu terhambat. Kapal-kapal asing
pencuri asing dengan cepat mampu meloloskan diri ke perairan internasional
sehingga tak terjangkau oleh hukum Indonesia.
Dengan segala keterbatasan yang ada,
pemerintahan Jokowi-JK bertekad menegakkan hukum di laut teritorial dari
penjarah ikan. Salah satu yang akan dilakukan adalah menenggelamkan kapal-kapal
asing pencuri ikan yang tertangkap. Selain sektor perikanan, pemerintah juga
harus segera merealisasikan konsep tol laut. Pembangunan pelabuhan baru dan
pengembangan pelabuhan yang sudah ada harus segera direalisasikan, untuk
meningkatkan konektivitas agar kita bisa memetik manfaat ekonomi darinya.
Sumber: Berita Satu.com
0 comments:
Post a Comment