Tuesday, 3 March 2015

Menjadi Negara Maju Berkat Maritim

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mencanangkan visinya menjadikan sektor maritim sebagai sektor andalan pembangunan. Bahkan, Presiden bercita-cita menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Melalui visi negara maritim itu, diharapkan akan mengantar Indonesia naik kelas menjadi negara maju.
Tekad presiden menempatkan sektor maritim sebagai tulang punggung diwujudkan dengan membentuk Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Di dalamnya bernaung empat kementerian, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Mineral, serta Kementerian Pariwisata. Empat kementerian teknis itu diberi tugas untuk mengoptimalkan potensi ekonomi yang terkait dengan sektor maritim.


Hal tersebut berangkat dari kondisi geografis Indonesia yang sebagian besar berupa laut. Wilayah perairan nasional mencapai luas 3,2 juta kilometer persegi, dengan garis pantai sepanjang 99.093 kilometer.

Dengan kondisi tersebut, potensi ekonomi dari sektor maritim sangat besar. Di dasar laut, tersimpan kekayaan sumber daya alam pertambangan minyak, gas, dan mineral. Di lautan, kita memiliki kekayaan perikanan dan biota laut yang begitu melimpah. Diperkirakan, potensi sektor perikanan kita mencapai Rp 3.000 triliun per tahun.

Sedangkan, di permukaan laut, Indonesia dapat memetik manfaat ekonomi melalui jalur pelayaran, mengingat posisi geografis kita yang diapit dua benua dan dua samudera. Itulah mengapa, Presiden Jokowi menggagas konsep tol laut, yang diarahkan untuk memperkuat konektivitas antarwilayah. Hal ini sangat penting bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan.

Di samping itu, konsep tol laut juga diarahkan agar pelabuhan-pelabuhan di Indonesia menjadi persinggahan arus logistik antarnegara. Konsekuensinya, pemerintah mendorong pengembangan pelabuhan-pelabuhan yang ada lengkap dengan infrastruktur pendukung seperti terminal peti kemas, sehingga dapat disandari kapal-kapal berbobot besar.

Dengan segala potensi di sektor maritim tersebut, diharapkan menjadi mata kail yang akan mengangkat perekonomian nasional. Ada dua sasaran yang hendak diraih pemerintah.Pertama, merealisasikan target pertumbuhan 7 persen pada 2019. Kedua, target pendapatan per kapita menembus US$ 10.000--dari sekarang US$ 3.500--saat Indonesia berusia seabad pada 2045.

Sasaran tersebut tidaklah berlebihan. Bahkan, kita ingin agar pendapatan per kapita menembus US$ 10.000 tidak perlu menunggu 30 tahun lagi. Pemerintah diharapkan mampu mengakselerasi pergerakan mesin-mesin ekonomi, agar kita mampu mengejar ketertinggalan dari negara tetangga, Malaysia, yang kini menembus US$ 12.000.
Dengan menjadikan sektor maritim sebagai ujung tombak, kita optimistis sasaran-sasaran tersebut dapat tercapai. Sejumlah langkah konkret telah dilakukan pemerintah. Salah satu yang tampak menonjol adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang serius mengakhiri pencurian ikan di perairan nasional oleh kapal nelayan asing.

Angka pencurian ikan di Indonesia ternyata cukup tinggi. KKP mencatat dalam setahun rata-rata ada 100 kapal ikan asing yang ditangkap, baik karena mencuri ikan maupun izinnya tidak lengkap. Bahkan, hingga Oktober tahun lalu, sudah ada 115 kapal yang ditangkap. Dampak pencurian ikan jelas merugikan perekonomian nasional. Organisasi Pangan Internasional (FAO) mencatat, nilai kerugian yang dialami Indonesia bisa mencapai Rp 300 triliun. Jumlah sebesar itu mencakup kerugian langsung berupa kehilangan ikan, hilangnya potensi penerimaan pajak, serta hilangnya potensi nilai tambah jika ikan-ikan yang ditangkap tersebut diolah.

Data tersebut membuktikan betapa pencurian ikan di perairan nasional sudah mencapai taraf yang sangat mengkhawatirkan dan sudah saatnya diakhiri. Laut di Indonesia, menjadi habitat paling ideal bagi satwa dan biota laut untuk hidup dan berkembang biak seperti ikan, terumbu karang, lobster, rumput laut, dan lainnya.

Ironisnya, dengan perairan yang mahaluas dan potensi ekonomi kelautan yang demikian besar, Indoensia hanya memiliki 27 kapal pengawas perikanan dan 490 unit kapal patroli penjaga pantai dan laut. Artinya, satu kapal patroli penjaga pantai dan laut menjaga wilayah perairan dan pantai seluas 6.673 kilometer persegi.

Kondisi tersebut jelas membuat upaya pengamanan wilayah perairan nasional dari praktik penangkapan ikan secara ilegal menjadi tidak efektif. Tak hanya dari sisi jumlah yang minim, teknologi kapal patroli jauh tertinggal dibandingkan kapal-kapal asing pencuri ikan. Akibatnya, penegakan hukum di laut nasional selalu terhambat. Kapal-kapal asing pencuri asing dengan cepat mampu meloloskan diri ke perairan internasional sehingga tak terjangkau oleh hukum Indonesia.

Dengan segala keterbatasan yang ada, pemerintahan Jokowi-JK bertekad menegakkan hukum di laut teritorial dari penjarah ikan. Salah satu yang akan dilakukan adalah menenggelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan yang tertangkap. Selain sektor perikanan, pemerintah juga harus segera merealisasikan konsep tol laut. Pembangunan pelabuhan baru dan pengembangan pelabuhan yang sudah ada harus segera direalisasikan, untuk meningkatkan konektivitas agar kita bisa memetik manfaat ekonomi darinya.

Sumber: Berita Satu.com

0 comments:

Post a Comment